EMBARAN.CO Gabungan aktivis pergerakan akan segera berkirim surat kepada Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia, sebagai upaya mendapatkan keterangan resmi kaitan penyelesaian dugaan kasus berat yang dilakukan PT WPLI pada tahun 2015 lalu.

PT WPLI sendiri merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan dan pemusnahan limbah B3 industri dan B3 medis. Dimana pada tahun 2015 lalu, perusahaan tersebut menjadi sorotan publik karena mendapatkan sanksi dari KLHK RI, berupa pembekuan izin atas dugaan pelanggaran berat dalam pengolahan limbah B3.

Pihak KLHK kala itu menyebut, bahwa PT WPLI kedapatan membuang limbah ke saluran air yang mengaliri sawah milik warga, serta menanam limbah B3 di dalam tanah sebagaimana saat itu disampaikan oleh perwakilan KLHK, Yunus.

Namun setelah 10 tahun lebih berlalu, tidak diketahui pasti penyelesaian kasus tersebut baik dari sisi penegakan hukum maupun pemulihan lingkungan, sampai akhirnya memantik para aktivis untuk mengambil langkah kongkrit.

Alamsyah, salah seorang aktivis sekaligus koordinator dalam gerakan aktivis gabungan ini mengungkapkan, bahwa gerakan ini juga lahir dari rasa prihatin atas dugaan pemerasan terhadap PT WPLI oleh oknum LSM yang tengah viral di media sosial.

Dimana dalam perkembangannya, disebut-sebut adanya aliran uang sampai Rp.400 juta yang diberikan pihak perusahaan kepada oknum tersebut.

Menurutnya, persoalan ini harus ditelisik lebih dalam. Dimana pihaknya menduga terdapat benang merah, antara kasus lama tahun 2015 PT WPLI yang belum tuntas dan peristiwa hari ini, yang justru menjadi celah bagi praktik-praktik tekanan dan pemerasan di kemudian hari.

“Maka kami sepakat, ini bukan hanya tentang uang Rp400 juta saja. Tapi harus diklarifikasi uang itu uang apa, kenapa sampai merasa tertekan, kenapa perusahaan bisa sampai sejauh itu?” tegas Alam.

Pihaknya juga menyoroti soal adanya pertemuan-pertemuan yang melibatkan pihak perusahaan, oknum LSM, dan bahkan disebut-sebut melibatkan unsur Direktorat Gakkum KLHK.

Menurutnya, jika benar ada pertemuan semacam itu, maka harus dibuka ke publik secara transparan, apakah pertemuan tersebut merupakan upaya mediasi atau kepentingan lain.

“Kita tidak ingin publik hanya disuguhi potongan informasi, harus ada klarifikasi dari semua pihak apa yang terjadi setelah 2015” tegasnya.

Publik lanjut dia, berhak mengetahui apakah memang sudah ada penyelesaian dengan benar dalam kasus tersebut, dari sisi hukum maupun penyelesaian lingkungan.

“Akhirnya menjadi sejumlah pertanyaan apakah sanksi itu dicabut, apakah pelanggaran lingkungan tersebut sudah diperbaiki. Termasuk jika benar perusahaan merasa tertekan, kita juga ingin tahu siapa yang menekan, dengan alasan apa, dan apakah ada pembiaran?” tandasnya.